CADAR MERAH
Hari ini aku bertemu dia,
Namun hanya pandangan sekilas,
Ia tersenyum menyapaku,
Aku pun tersenyum melihatnya.
Pada saat itu,
Hatiku berdekup tak terhenti.
Karena dambaan sang hati bertemu sang putri mahkotanya.
Sejenak relung hatiku berkata.
"Kita bertemu lagi sang pujaan hati, setelah selama ini aku hanya diam dengan kekaguman ku."
Waktu berjalan dengan cepat pada saat itu.
Aku pun menghiraukan perasaan itu.
Karena sedikit percikan perasaan , tiada ku lihat harapan cinta itu darimu.
Serentak aku ingin mengabaikan perasaan itu.
Tapi terlalu tegar dan kokoh tegak di hati.
Sehingga aku berucap mengalah .
Aku pun hanya bisa memendamnya.
Namun saat ini ,
Kita bertatap lagi.
Dengan keadaan yang berbeda, aku semakin menudukkan pandanganku.
Cadar merahmu, semakin menyurutkan perasaaku yang telah bersamudera.
Aku yang tiada daya dengan lemah agama,
Mana mungkin bisa memiliki sang bidadari surga.
Hina bagaikan kotoran debu , mana mungkin bisa memeluk mu yang bagaikan air suci cinta.
Harap ku hanyalah khayalan yang tinggi.
Aku pun ingin berteriak tetapi tak ada gunanya.
Hingga sampai kini.
Bibirku pun masih menjadi seorang pengecut dan lemah.
Andaikan bahasa hati bisa memberitahukanmu.
Aku pun tak ingin engkau tau. Karena keanggunanmu menakutiku. Apakahku mampu memilikimu , apakah ku pantas untuk mu.?
3 september 2016
Cadar merah.
Beny Anfriska Nata
Namun hanya pandangan sekilas,
Ia tersenyum menyapaku,
Aku pun tersenyum melihatnya.
Pada saat itu,
Hatiku berdekup tak terhenti.
Karena dambaan sang hati bertemu sang putri mahkotanya.
Sejenak relung hatiku berkata.
"Kita bertemu lagi sang pujaan hati, setelah selama ini aku hanya diam dengan kekaguman ku."
Waktu berjalan dengan cepat pada saat itu.
Aku pun menghiraukan perasaan itu.
Karena sedikit percikan perasaan , tiada ku lihat harapan cinta itu darimu.
Serentak aku ingin mengabaikan perasaan itu.
Tapi terlalu tegar dan kokoh tegak di hati.
Sehingga aku berucap mengalah .
Aku pun hanya bisa memendamnya.
Namun saat ini ,
Kita bertatap lagi.
Dengan keadaan yang berbeda, aku semakin menudukkan pandanganku.
Cadar merahmu, semakin menyurutkan perasaaku yang telah bersamudera.
Aku yang tiada daya dengan lemah agama,
Mana mungkin bisa memiliki sang bidadari surga.
Hina bagaikan kotoran debu , mana mungkin bisa memeluk mu yang bagaikan air suci cinta.
Harap ku hanyalah khayalan yang tinggi.
Aku pun ingin berteriak tetapi tak ada gunanya.
Hingga sampai kini.
Bibirku pun masih menjadi seorang pengecut dan lemah.
Andaikan bahasa hati bisa memberitahukanmu.
Aku pun tak ingin engkau tau. Karena keanggunanmu menakutiku. Apakahku mampu memilikimu , apakah ku pantas untuk mu.?
3 september 2016
Cadar merah.
Beny Anfriska Nata
Komentar
Posting Komentar